NilaiNilai Pendidikan Karakter dalam Serat Wulang Reh. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Serah Wedhatama Ahmad Nashih Luthfi, dkk Unggul Sudrajat Muchson AR Penyunting: Urban Piktorial Upacara Garebek di Yogyakarta: Arti dan Sejarahnya Riyadi Goenawan & Darto Harnoko -4 979-602-8335-81-2 978-602-8335-23-2 Editor: M Nursam

Pupuh no 5 iki kadadean saka 18 pada yaiku pada 83 nganti pada 100. 83 Mangka kanthining tumuwuh, Salami mung awas eling, Eling lukitaning alam, Dadi wiryaning dumadi, Supadi nir ing sangsaya, Yeku pangreksaning urip. Mangertia modale wong urip, Selawase kudu eling lan waspada Elenga marang kaendahane alam Dadi bukti anane Gusti Kang Maha Kuwasa Supaya manungsa boleh endha saka sengsara. Ngertia karo sing gawe urip.. 84 Marma den taberi kulup, Angulah lantiping ati, Rina wengi den anedya, Pandak panduking pambudi, Bengkas kahardaning driya, Supaya dadya utami.` Maka rajinlah anak-anakku, Membiasakan mengontraskan hati, Siang malam berusaha, merasuk ke internal sanubari, melenyapkan nafsu pribadi, Agar menjadi orang penting. 85 Pangasahe sepi samun, Aywa esah ing salami, Samangsa wis kawistara, Lalandhepe mingis mingis, Pasah wukir reksamuka, Kekes srabedaning khuluk. Mengasahnya di duaja sepi semedi, Jangan berhenti selamanya, Apabila sudah kelihatan, tajamnya luar stereotip, mampu menyayat gunung penghalang, Lenyap semua pengadang budi. 86 Dene tajam penglihatan tegesipun, Weruh warananing urip, Miwah wisesaning tunggal, Kang atunggil rina wengi, Kang mukitan ing sakarsa, Gumelar ngalam sakalir. Tajam mata itu artinya, tahu penghalang umur, serta kekuasaan nan tunggal, yang bersatu siang lilin batik, Yang mengabulkan segala karsa, terhampar tunggul sepenuh. 87 Aywa sembrana ing kalbu, Wawasen wuwus sireki, Ing kono yekti karasa, Dudu ucape pribadi, Marma den sembadeng sedya, Wewesen praptaning uwis. Hati jangan lengah, Waspadailah kata-katamu, Di haud pasti terasa, lain perkataan pribadi, Maka tanggungjawablah, perhatikan semuanya setakat tuntas. 88 Sirnakna semanging kalbu, Den waspada ing pangeksi, Yeku dalaning kasidan, Sinuda saka sethithik, Pamothahing nafsu hawa, Linalantih mamrih titih. Sirnakan keraguan hati, waspadalah terhadap pandanganmu, Itulah caranya berhasil, Kurangilah lambat-laun tekor godaan master nafsu, Latihlah agar terdidik. 89 Aywa mematuh nalutuh, Tanpa tuwas tanpa kasil, Kasalibuk ing srabeda, Marma dipun ngati-ati, Urip keh rencananira, Sambekala den kaliling. Jangan perlu berbuat aib, Tiada guna tiada hasil, terjerat makanya aral, Maka berhati-hatilah, Jiwa ini banyak rintangan, Provokasi harus dicermati. 90 Umpamane wong lumaku, Marga gawat den liwati, Lamun cacat ing pangarah, Sayekti karendhet ing ri. Apese kasandhung padhas, Babak bundhas anemahi. Seumpama orang bepergian, Perkembangan berbahaya dilalui, Apabila kurang anggaran, Tentulah tertusuk duri, celakanya tertubruk batu, Kesannya penuh luka. 91 Lumrah bae yen kadyeku, Atetamba peso wus bucik, Duweya kawruh sabodhag, Yen tan nartani ing kapti, Dadi kawruhe kinarya, Ngupaya kasil lan melik. Lumrahnya jika begitu, Berobat setelah terluka, Biarpun punya guna-guna segudang, bila tak sesuai tujuannya, ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih. 92 Meloke rial arsa muluk, Sok ujare lir wali, Wola wali nora konkret, Anggepe pandhita luwih, Kaluwihane tan ana, Kabeh tandha tandha sepi. Baru terbantah jika keinginannya ria-bergaduk, Muluk-muluk bicaranya seperti penanggung jawab, Sering kali bukan terbukti, merasa diri pandita eksklusif, Kelebihannya enggak terserah, Semua bukti hening. 93 Kawruhe mung ana wuwus, Wuwuse gumaib gaib, Kasliring thithik tan kena, Mancereng alise gathik, Apa pandhita antiga, Kang mangkono iku kaki, Ilmunya sebatas mulut, Kata-katanya di menguap-gaibkan, Dibantah sedikit namun bukan mau, mata mencelangap alisnya menjadi satu, Apakah yang sebagaimana itu pandita palsu,..anakku ? 94 Mangka ta kang aran laku, Lakune ngelmu sejati, Tan dahwen pati openan, Tan panasten nora jail, Tan njurungi ing kahardan, Satu-satunya eneng mamrih ening. Sementara itu yang disebut “laku”, sarat menjalankan aji-aji sejati lain suka omong zero dan bukan suka memanfaatkan peristiwa-hal sepele yang bukan haknya, Tidak iri hati dan jail, Tidak melajukan suhu nafsu. Sebaliknya, bergaya antap agar menggapai keheningan jiwa. 95 Kaunanging budi luhung, Bangkit ajur ajer tungkai, Rupiah mangkono bakal cikal, Thukul wijining utami, Nadyan bener kawruhira, Mata uang ana kang nyulayani. Luhurnya budipekerti, pandai beradaptasi, anakku ! Demikian itulah sediakala mula, tumbuhnya jauhar keutamaan, Walaupun bermoral ilmumu, bila ada yang mempersoalkan.. 96 Tur kang nyulayani iku, Wus wruh rial kawruhe nempil, Nanging laire angalah, Katingala angemori, Mung ngenaki tyasing liyan, Aywa esak aywa serik. Walau basyar yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal, tetapi secara lahir kita mengalah, berkesanlah persuasif, sekedar menyukakan hati khalayak lain. Jangan sakit hati dan kecemburuan. 97 Yeku ilapating wahyu, Yen yuwana ing salami, Marga wimbuh ing nugraha, Saking heb Kang mahasuci, Cinancang pucuking cipta, Nora ucul ucul kaki. Begitulah sarat turunnya wahyu, Bila teguh selamanya, dapat kian anugrahnya, dari sabda Sang pencipta Mahasuci, tergoda di ujung cipta, tiada terlepas-ampunan anakku. 98 Mangkono ingkang tinamtu, Tampa nugrahaning Widhi, Marma ta kulup den boleh, Mbusuki ujaring janmi, Pakoleh lair batinnya, Iyeku kepribadian premati. Begitulah nan digariskan, Untuk beruntung anugrah Tuhan. Makanya anakku, sedapatnya, kalian pura-pura menjadi manusia debil terhadap mulut orang tidak, nyaman lahir batinnya, yakni khuluk yang baik. 99 Pantes tinulat tinurut, Laladane mrih utami, Utama kembanging mulya, Kamulyan sukma dhiri, Ora ta yen ngeplekana, Lir leluhur nguni-uni. Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru, Wahana hendaknya nasib mulia, kemuliaan jiwa raga. Walaupun tak persis, sebagai halnya karuhun habis. 100 Ananging ta kudu kudu, Sakadarira pribadi, Aywa dulu tutuladan, Lamun tan mangkono kaki, Yekti tuna ing tumitah, Poma kaestokna kaki. Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri, Jangan meneledorkan suri tauladan, Bila tak berbuat demikian itu anakku, pasti merugi seumpama manusia. Maka lakukanlah anakku ! Sawise maca lan nyinaoni cakepan pupuh kinanthi, ato minrengke lan niroke tembang tembang cilik kinanthi sakpada Vidio Urun rembuk lan pitakon ing kolom komentar. Maturnuwun.

SeratWedhatama karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagara IV diciptakan bertujuan untuk mengajak umat manusia pada kemuliaan budi, dan larangan memperturutkan budi jahat. Beliau menangkap realitas social dan pandangan jiwa bahwa gejala-gejala lahiriyah memiliki kekuatan kosmis nominus yang merupakan realitas dunia.
Bait ke-87, Pupuh Kinanthi, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV Aywa sembrana ing kalbu, wawasen wuwuse sireki. Ing kono yekti karasa, dudu ucape pribadi. Marma den sembadeng sedya, wewesen praptaning uwis. Terjemahan dalam bahasa Indonesia Janganlah ceroboh dalam kalbu hati, perhatikanlah kata hatimu. Di situ akan benar-benar terasa, bahwa yang disuarakan bukanlah ucapan pribadi. Maka dari itu hendaklah dituruti niat yang terbersit itu, paksakan sampai datangnya akhir kehidupan. Kajian per kata Aywa jangan sembrana ceroboh ing dalam kalbu hati, wawasen lihatlah, perhatikanlah wuwuse perkataan sireki engkau. Janganlah ceroboh dalam kalbu hati, perhatikanlah kata hatimu. Di situ akan benar-benar terasa, bahwa yang disuarakan bukanlah ucapan pribadi. Dua bait sebelumnya berbicara tentang latihan untuk menajamkan akal budi, membuka tirai kegaiban, menyingkirkan hijab Allah sehingga tampaknya yang Haq, atau kasunyatan. Jika latihan sudah berhasil maka hati menjadi sangat peka terhadap tanda-tanda keagungan Allah. Di sini yang berperan kemudian adalah hati, rasa, akal budi, yang sanggup menerima “bisikan ghaib” dari langit, semacam ilham atau pencerahan. Maka hati yang sudah terhubung dengan kebenaran langit tadi bagaikan bersinar, kita sering mendengar istilah itu dalam kehidupan sehari-hari, yakni hati nurani. Sesungguhnya konsep hati nurani ini bukan hal yang asing karena kita sudah sering mendengarnya dalam perckapan orang awam sekalipun. Tetapi apa dan bagaimananya banyak dari kita yang belum begitu paham. Hati nurani ini akan menangkap kebenaran sejati manakala seseorang mengasah kemampuan akal budinya dengan cara yang telah diuraikan pada banyak kesempatan di kajian ini. Namun apabila seseorang cenderung pada kejahatan hati nurani ini akan padam dan tidak peka dalam menangkap kebenaran. Oleh karena itu kita mesti berhati-hati, tidak boleh ceroboh dalam mendengarkan bisikannya. Lihatlah dengan seksama wawasen, apa yang dikatakan hati nuranimu! Ing di kono situ yekti benar-benar karasa terasa, dudu bukan ucape ucapannya pribadi sendiri. Di situ akan benar-benar terasa, bahwa yang disuarakan bukanlah ucapan pribadi. Jika latihan kita benar-benar berhasil, akan terlihat jelas bahwa apa yang disuarakan hati nurani bukanlah ucapan kita pribadi, tetapi bisikan Tuhan yang halus, sebagai pengingat manusia agar tak tersesat. Hati nurani yang terasah baik tidak akan menjadi bisikan palsu, yang sejatinya adalah bisikan nafsu rendah yang dibungkus kesalehan. Untuk membedakannya cukuplah dengan melihat pada diri sendiri apakah dalam kehidupan sehari-hari sudah bisa mengendalikan nafsu angkara yang timbul dari keinginan diri? Jika belum maka perbaikilah cara kita hidup agar hati nurani bersinar kembali. Marma maka dari itu den hendaklah sembadeng turutilah sedya niat itu, wewesen paksakan sampai praptaning datangnya uwis akhir. Maka dari itu hendaklah dituruti niat yang terbersit itu, paksakan sampai datangnya akhir kehidupan. Gatra ini berisi petuah agar kita selalu menuruti kehendak hati nurani tadi dalam kehidupan sehari-hari. Kata sembada di sini bermakna menuruti dengan sentausa, dengan kekuatan, dengan pilihan yang mantap, tidak ragu-ragu. Jika masih agak-agak ragu paksakan untuk menuruti itu sampai datangnya akhir kehidupan, artinya sampai selesainya masa kita di dunia ini. Kami ringkaskan dalam satu paragraf agar menjadi simpulan Hendaknya engkau tidak ceroboh dalam mendengarkan kata hati. Perhatikan dengan seksama agar kata hatimu menyuarakan sesuatu yang bukan kepentinganmu peribadi, bukan bias nafsumu. Jika sudah demikian, hendaklah engkau turuti dengan kekuatan, singkirkan keraguan, paksakan dirimu untuk mengikutinya sampai akhir hidupmu! Kita cukupkan kajian bait ini. Semoga bermanfaat. JpIED4.
  • pocza9y7oy.pages.dev/383
  • pocza9y7oy.pages.dev/388
  • pocza9y7oy.pages.dev/106
  • pocza9y7oy.pages.dev/182
  • pocza9y7oy.pages.dev/313
  • pocza9y7oy.pages.dev/82
  • pocza9y7oy.pages.dev/226
  • pocza9y7oy.pages.dev/319
  • pocza9y7oy.pages.dev/99
  • amanat serat wedhatama pada 87